Belajar matematika dan logika bukan
hanya tentang lembar kerja dan mengerjakan soal tertulis. Belajar
matematika jauh lebih luas dari itu semua. Matematika & logika ada
di mana-mana, di dalam keseharian.
Bangun tidur kita melihat dan membaca
jam. Bagian rumah kita dikelompokkan menurut fungsinya. Ketika memasak
nasi kita memperkirakan jumlah beras yang dimasak. Keluar rumah kita
memperkirakan jarak tempuh dan waktu perjalanan. Naik kendaraan kita
menghitung ketersediaan bahan bakar. Berbelanja kita melakukan transaksi
uang. Dan sebagainya.
Dengan pemahaman bahwa matematika ada di
mana-mana, kita tak perlu merasa takut dan trauma terhadap matematika.
Matematika bisa dipelajari anak dengan cara menyenangkan, melalui proses
informal yang terjadi sehari-hari.
Beberapa contoh sederhana kegiatan belajar untuk bayi dan balita untuk belajar logika & matematika, antara lain:
Memahami Sebab Akibat
Proses belajar tentang sebab-akibat dipelajari anak secara alami oleh
anak sejak bayi. Ketika dia menangis, orangtuanya datang. Ketika dia
tersenyum, orang yang di hadapannya membalas senyum.
Orangtua dapat meningkatkan pemahaman
anak mengenai sebab-akibat melalui peristiwa sehari-hari, misalnya:
menekan saklar membuat lampu menyala/mati, menekan tombol/remote control
untuk menyalakan/mematikan TV, memutar kran untuk menyalurkan/mematikan
air di bak mandi, dan sebagainya.
Selain itu, proses belajar logika
sebab-akibat juga dipelajari anak dalam nilai (values) tentang apa yang
boleh/tidak boleh, apa yang bagus/jelek. Dari mana anak belajar? Dari
respon yang diberikan orangtua (tersenyum, senang, memuji, cuek, marah)
terhadap hal-hal yang dilakukan anak.
Dalam konteks penanaman nilai dan
belajar logika, penting bagi orangtua untuk bersikap perhatian dan tidak
cuek terhadap hal-hal yang dilakukan anak. Persetujuan (senyum, pujian,
perhatian, dll) atau ketidaksetujuan (penolakan, teguran, kemarahan,
dll) bukan hanya penting untuk memperjelas nilai-nilai yang dibangun
pada anak, tetapi juga berfungsi sebagai stimulus anak dalam
pengembangan kecerdasan logikanya.
Menghitung (counting)
Kegiatan menghitung benda-benda yang bisa dipersepsi secara fisik
(dipegang, dilihat) oleh anak adalah pintu masuk bagi anak untuk belajar
menghitung (counting). Proses ini diserap anak melalui pengamatannya
terhadap kegiatan yang dilakukan orangtua bersamanya. Oleh karena itu,
penting bagi orangtua untuk mengajak anak mengobrol,
menceritakan/menyuarakan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Sambil
bermain dan mengobrol, orangtua menghitung mata, jari, atau benda-benda
di sekitar anak dengan suara keras.
Anak mungkin belum mengerti tentang
lambang angka, tetap dia akan mencerna proses berhitung yang sering
didengarnya. Menyuarakan dengan keras hitungan 1, 2, 3, dst yang
berhubungan dengan benda/hal sehari-hari akan membuat anak terbiasa
mendengarkan dan menyerap proses berhitung, yang akan bermanfaat seiring
perkembangan usia dan kesiapan otaknya.
Seiring perkembangan usia anak, kegiatan menghitung (counting) ini bisa diterapkan pada benda-benda yang ada di sekitar anak.
Mengenal Angka
Sebagaimana anak belajar tentang nama-nama benda yang ada di sekitarnya,
yang dimulai dengan benda-benda fisik hingga abstrak, anak secara
bertahap juga bisa belajar tentang angka dan huruf. Proses belajar anak
tentang angka dilakukan dengan memperlakukan simbol angka sebagai nama
benda. Anak perlu sering melihat dan diperlihatkan simbol angka dalam
kesehariannya. Ketika sedang melihat simbol angka tertentu (mis: 1),
orangtua mengucapkan “satu”. Dari proses semacam ini, anak belajar
tentang asosiasi antara lambang yang dilihatnya (1, 2, 3, dst) dengan
bunyi yang diucapkan.
Walaupun anak belum memahami “makna”
angka (satu, dua, tiga, dst), pada tahap ini anak akan bisa “membaca”
angka, sama seperti dia bisa mengucapkan nama benda atau huruf. Seiring
dengan perkembangan usia dan kesiapan mentalnya, anak akan menggabungkan
antara angka dengan pemahaman terhadap hitungan (counting).
Membandingkan
Selain percakapan mengenai sebab-akibat, menghitung, dan mengenal angka, orangtua perlu menggunakan kosa kata perbandingan dalam cerita dan obrolan bersama anak-anak. Kata-kata perbandingan itu antara lain: besar/kecil, banyak/sedikit, tinggi/pendek, atas/bawah, dan lain-lain.[]
Selain percakapan mengenai sebab-akibat, menghitung, dan mengenal angka, orangtua perlu menggunakan kosa kata perbandingan dalam cerita dan obrolan bersama anak-anak. Kata-kata perbandingan itu antara lain: besar/kecil, banyak/sedikit, tinggi/pendek, atas/bawah, dan lain-lain.[]
Anak-anak adalah usia emas, ilmu ini kayanya cocok buat seusia mereka...
BalasHapusSalam silaturrahim dan follback suskes, trims sudah follow blog saya
siip, saya setuju.
Hapusnuansa di sini mbak uswah ya Mas, hehe
terima kasih kembali mas barezy telah berkenan follow.. metode ini telah diterapkan di iec Al-Azhar Mojokerto..
Hapusmomentum yang tepat untuk melakukan "indoktrinasi" nilai2 yang positif adalah di usia mereka. pendidikan generasi muda Indonesia. semoga sukses.
Hapusbang zach : merangkap jadi admin :) terima kasih follownya :)
HapusSaya hobi matematika...tanamkan kepada tunas bangsa ini, bahwa matematika itu sangat menyenangkan.
Hapusdan, saya setuju banget dengan kang zach, semoga dari Al-Azhar Mojokerto ini akan lahir cendekiawan yang berhati nurani.
aaaammiiiin
follow ke 6 sukses, salam sehat selalu
ditunggu kembali artikel artikel selanjutnya.
alhamdulillah dari Al-Azhar Mojokerto sudah menghasilkan anak didik yang menggemari matematika, terbukti dari beberapa olimpiade eksak yang diadakan di berbagai daerah anak didik kami berhasil memborong penghargaan yang insya Allah prestasi-prestasi mereka akan kami posting pada artikel selanjutnya..
Hapusterima kasih telah berkenan bergabung
amiin Ya Rabb.. untuk setiap doanya..
bisa jadi pertimbangan buat hayyu kelak nih
Hapusmonggo kalau ada waktu bisa maen-maen ke sini mas agus
Hapussiyaaap admin al azhar mojokerto
Hapussaya main kapan ya?
Hapusikutan adem :)
Hapusselamat malam sahabatku..
BalasHapusdulu waktu SMP aku pernah takut dengan pelajar matematika,
tapi setelah ada dorongan dari Guru yang galak. aku jadi tidak takut dengan pelajaran matematika itu, karena yang aku takutkan bukan matematikanya lagi melainkan kepada gurunya yang galak jadi taku.. :D
Alhamdulilllah waktu itu nilai matematika sampai ditawarin oleh guruku yang galak iut, mau nilai berapa kepada saya? :D
zaman dahulu guru galak mencetak murid yang berprestasi karna penggemblengannya disertai dengan keikhlasan hati dan keridhoan orang tua dalam menerima metode pengajaran guru, mungkin sekarang berbeda ceritanya, guru "galak" dilaporkan secara pidana karena orang tua yang masih kurang menerima dengan metode pengajaran guru, disamping itu ada faktor lain dari pihak guru yang kurang sabar dalam mendidik dan bertindak semena-mena pada anak didik, semoga guru masa kini semakin berkualitas tanpa menanggalkan ikhlas :)
Hapusmungkin saya adalah salah satu korban ketakutan akan pelajaran matematika, jaman saya masih SD dulu, karena kurang tegasnya guru, saya sekarang merasa bdoh kalau di hadapkan oleh pelajaran matematika walaupun pelajaran anak smp.. hehehehe
BalasHapusoya, followback blm bisa saya laksanakan sob, mungkin koneksi saya lagi error, soalnya saya ngeblog via hp. dari tadi begitu saya klik tombol follownya, kluarnya hamepage lagi jadi berasa cuma refresh aja.. lainkali saya coba lgi sob..
maka tugas kita menyemangati dan memotivasi anak-anak didik kita untuk gemar matematika
Hapusterima kasih kunjungannya
.Matematika adalah mata pelajaran pokok di sekolah, dan itu memang sering di terapkan oleh para orang tua yg masih punya anak kecil di rumah untuk mengajarinya
BalasHapusbetul sekali cik awi, di sekolah anak aktif, di rumah orang tua membantu anak lebih memahami lagi.. kerja sama orang tua dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak (parenting) sangat dibutuhkan
HapusHmmm,,, nih Adminnya Ukhti Uswah juga ya.. coz templatenya sama gitu ^^
BalasHapusKalau anak saya belum punya mungkin buat adik saya boleh diterapkan metode ini.. soalnya masih kelas 3 SD dah tahu manfaat kalkuator.. :D
Gimana kalau ngitung tanpa alat itu.. ^^
hahaa.. ketahuan :p iya sih masih belum ada waktu buat edit templatenya..
Hapuspemanfaatan tekhnologi ya mas.. tapi tetap saja berhitung dengan sempoa diberlakukan disini..
Hahh... iyakah??? #melongo ,. Dan setelah diperiksa template ternyata iya :D
Hapussssst.... uda diganti tuh templatenya..
Hapus.. ouwwwww,, begitu. he..86x. oia follback sukses kawan. tenkz ..
HapusWesss bener2 udah ganti ni..
Hapuswalaupun templatenya beda masih tahu kok, kan ukhti juga pernah posting tentang lowongan di sekolah ini to..
emang gak ada timnya ya mbak, sibuk juga sih kalau ngelola 2 blog.. ^^
Memahami sebab akibat yang kadang dilupakan orang tua dalam mendidik, kadang anak justru dimarahi karena seringnya bertanya.
BalasHapuspadahal sering bertanya menunjukkan bahwa anak cerdas dan kritis
HapusMemang dimulai dari seusia mereka inilah yang nantinya akan menjadi bekal bagi dirinya sehingga dengan sistim pembelajarn matematika dan Logika seperti ini anak akan terbiasa dan bisa mendarah daging agar setiap berfikir diimbangi dengan logika
BalasHapusterima kasih atas infonya dan ilmu yg bermanfaat
terima ksih kembali mas penyuluh perikanan, semoga kami senantiasa menghadirkan info dan artikel yang senantiasa bermanfaat
Hapusmo absen dulu aja.. soalnya dah mepet waktunya
BalasHapusterima kasih kunjungannya
Hapusheeemmm logika dan matematik mas ..bermanfaat banget tuh pelajaran :) . followed sukses mas
BalasHapusBagusnya memang begitu ya, belajar analisa matematika juga logika sedari kecil jadi nantinya ketika besar sudah terbiasa. Hmmm,, saya dari kecil gak dibiasakan sobat. Jadi mulai sekarang bercita2 kalau punya anak mau install program seperti itu ^^
BalasHapussiip. komen bagus banget
Hapussangat bermnafaat boss postingannya
BalasHapuslapor sobat. followback sukses.. hehehehe
BalasHapusWah! Gue lagi musuhan ama logika, sob! Apalagi ama matematika! Bhahaha, tapi artikel ini berguna bgt! Insya Allah bisa gue terapin kelak buat anak2 gue! ;-)
BalasHapusmengenalkan anak-anak dengan logika atau semacam matematika memang susah-susah gampang ya... kadang butuh kerja ekstra tapi anak-anak boasanya cepat tangkap.
BalasHapusanak-anak perlu diarahkan agar bisa mencintai matematika..karena kebanyakan anak menjadikan matematika sebagai mata pelajaran yang paling mengerikan :-)
BalasHapuskalo menurut saya matematika itu cuma berdasarkan pertambahan, pengurangan, dan perkalian.. selanjutnya bagaimana kita menjabarkannya :)
BalasHapuskalo anak di berikan ilmu yang baik pasti cepet nangkep beda lagi kalo udah di atas 20 tahun pasti aja sulit , ibarat pepatah bagaikan mengukir di atas air
BalasHapusartikelnya meanarik dan bermanfaat sekali,,memang belajar analisa matematika dan logika harus di terapkan sedari kecil jadi nantinya ketika besar sudah terbiasa.
BalasHapus